Kamis, 05 April 2012

Urgensi Waktu dan Muhasabah



Al-Waqtu Huwa al-Hayâh

Ada sebuah kata hikmah yang singkat namun sarat terhadap makna hidup yang sangat luas dan mendalam, yang terdiri dari 3 (tiga) suku kata arab, namun sangat representative untuk menggambarkan arti pentingnya waktu bagi kehidupan manusia, yaitu ungkapan 'al-waqtu huwa al-hayâh (waktu adalah kehidupan)'. Sekali lagi, yaitu 'waktu adalah kehidupan.'
Yang dimaksud dengan kehidupan adalah, waktu yang dilalui manusia saat ia dilahirkan hingga ia wafat. Dengan definisi kehidupan seperti di atas, maka kita dapat mengambil kesimpulan bahwa, seseorang yang membiarkan waktunya berlalu sia-sia, dan lenyap begitu saja, sama artinya ia –dengan sengaja atau tidak sengaja- telah melenyapkan sisa-sisa masa kehidupannya. Al-Hasan al-Bashri berkata,
يَا ابْنَ آدَم، إنَّمَا أنْتَ أيَّامٌ !، فَإذَا ذَهَبَ يَوْمٌ ذَهَبَ بَعْضُكَ
Wahai Bani Adam (manusia), sesungguhnya anda hanyalah “kumpulan hari-hari”, maka jika hari telah berlalu berarti telah berlalu sebagian dirimu.”
Sekali bahwa ketika kita menyia-nyiakan dan membuang waktu kita  tanpa hal yang berarti untuk agama dan kemaslahatan umat, maka ketika itu juga sesungguhnya kita telah membunuh diri kita sendiri. Betapa waktu itu sangat berharga dan jangan biarkan ia berlalu begitu saja.
Allah Subhanahu wa Ta'ala Bersumpah dengan Waktu dan Bagiannya
Begitu pentingnya waktu bagi kehidupan manusia, sampai-sampai Allah Subhanahu wa Ta'ala bersumpah di banyak tempat dalam al-Qur`an al-Karim, dengan waktu dan bagian-bagiannya, seperti firman Allah Subhanahu wa Ta'ala :

وَالْفَجْرِ، وَالضُّحَى، وَاللَّيْلِ وَالنَّهَارِ، وَالْعَصْرِ

Demi waktu fajar, Demi waktu Dhuha, Demi Malam, Demi Siang, Demi Waktu
Sesungguhnya Allah Subhanahu wa Ta'ala, jika ia bersumpah dengan sesuatu, maka dengan sumpahnya itu, dengan sesuatu tersebut dimaksudkan untuk memalingkan atau mengalihkan pandangan kita kepada arti pentingnya hal tersebut sampai kita bertafakkur (berfikir) di dalam setiap  bagian waktu seluruhnya, ketika fajar, ketika dhuha, ketika malam, dan ketika siang dll.
Seperti Ulil Albab di dalam firman-Nya :
إِنَّ فِي خَلْقِ السَّمَاوَاتِ وَاْلأَرْضِ وَاخْتِلاَفِ الَّيْلِ وَالنَّهَارِ لأَيَاتٍ لأُوْلِي اْلأَلْبَابِ. الَّذِينَ يَذْكُرُونَ اللهَ قِيَامًا وَقُعُودًا وَعَلَى جُنُوبِهِمْ وَيَتَفَكَّرُونَ فِي خَلْقِ السَّمَاوَاتِ وَاْلأَرْضِ رَبَّنَا مَاخَلَقْتَ هَذَا بَاطِلاً سُبْحَانَكَ فَقِنَا عَذَابَ النَّارِ . سورة آل عمران : 191
Sesungguhnya dalam penciptaan langit langit dan bumi, dan silih bergantinya malam dan siang terdapat tanda-tanda bagi orang-orang yang berakal, (QS. 3:190); (yaitu) orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri atau duduk atau dalam keadaan berbaring dan mereka memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi (seraya berkata):"Ya Rabb kami, tiadalah Engkau menciptakan ini dengan sia-sia Maha Suci Engkau, maka peliharalah kami dari siksa neraka. (QS. 3:191)

Intropeksi Diri
Maka sudah selazimnya menjadi kewajiban bagi seorang muslim terhadap dirinya untuk melakukan muhâsabah an-nafsi 'intropeksi diri', yaitu  menghitung-hitung dirinya atas tahun dan hari-hari yang telah ia lalui. Apa yang telah ia perbuat semasa itu, dan keuntungan apa yang peroleh, kerugian apa yang ia derita.
Seperti apa yang dilakukan oleh seorang bisnisman yang menginginkan kesuksesan dengan modalnya pada setiap tahunnya, ia menghitung-hitung kembali perdagangannya, berapa modal yang telah ia keluarkan, berapa pemasukannya, di mana ia mengalami kerugian dan apa masalahnya, dan di mana keuntungannya, berapa besar keuntungannya dari pada kerugiannya, ketika kerugiannya lebih besar dari pada keuntungannya maka ia menjadi sangat menyesal sekali dan mengalami kesedihan yang luar biasa, dan sebaiknya ketika keuntungannya lebih besar dari pada kerugiannya  maka ia merasa senang dan bergembira sekali, untuk selanjutnya  ia melakukan kalkulasi bisnisnya kembali, memenag dan membuat schedule untuk tahun berikutnya.
Yang demikian itu pada amrun dunyawi (urusan duniawi), begitu ihtimaam (concern)nya  dan sangat telitinya ia dalam urusan dunia ini. Padahal Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman:
قُلْ مَتَاعُ الدُّنْيَا قَلِيلُُ وَاْلأَخِرَةُ خَيْرُُ لِّمَنِ اتَّقَى وَلاَ تُظْلَمُونَ فَتِيلاً { سورة النساء:  77 }
Kesenangan di dunia ini hanya sebentar dan akhirat itu lebih baik untuk orang-orang yang bertaqwa dan anda tidak akan dianiaya sedikitpun.”(QS. An-Nisaa:77)
Nabi Musa berkata di dalam al-Qur`an :
يَاقَوْمِ إِنَّمَا هَذِهِ الْحَيَاةُ الدُّنْيَا مَتَاعُُ وَإِنَّ اْلأَخِرَةَ هِيَ دَارُ الْقَرَارِ { سورة المؤمن : 39}
“Hai kaumku, sesungguhnya kehidupan dunia ini hanyalah kesenangan sementara, sesungguhnya akhirat itulah kesenangan yang kekal.” (QS.40 : 39)
Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman :
أَيْنَمَا تَكُونُوا يُدْرِككُّمُ الْمَوْتُ وَلَوْ كُنتُمْ فِي بُرُوجٍ مُشَيَّدَةٍ {سورة النساء : 78}
Di mana saja kamu berada, kematian akan mendapatkan kamu, kendatipun kamu di dalam benteng yang tinggi lagi kokoh, (QS. 4:78)

Karena itu  muhasabatunnafsi merupakan suatu keharusan, seandainya tidak sanggup setiap hari untuk instropeksi/menghitungkan dirinya hendaklah dilakukan pada setiap pekan, maka kalaupun setiap pekan ia masih juga tak dapat melakukannya, maka hendaklah setiap bulan, dan kalau tidak bisa juga maka hendaklah ia melakukan instropeksi diri pada setiap tahun.

Ulama dan Waktu
Para salafus soleh meninggalkan banyak pelajaran berharga dalam menghargai waktu. Imam Ibnu Jarir ath-Thabari (223H-310H) sepanjang hidupnya tercatat telah mengumpulkan 358 ribu halaman dari berbagai karangannya. Jika kita perkirakan masa kanak-kanak beliau sebelum baligh 14 tahun, maka dapat disimpulkan beliau menulis 14 halaman setiap harinya. Begitu perhatiannya beliau dengan waktu, sampai-sampai ketika + sejam sebelum kematiannya beliau masih menyempatkan diri menulis suatu do`a yang baru ia dengar dari Ja`far bin Muhammad. Begitu pula dengan Imam Ibnu al-Qayyim yang tidak rela kehilangan waktunya karena safar (suatu perjalanan), sehingga selama safarnya beliau mengisinya dengan menulis sehingga menghasilkan karya Zaadul Ma`aad. Imam Nawawi yang tidur dengan bersandarkan sebuah buku yang ditegakkan pada dagunya, begitu buku itu terjatuh maka beliau terjaga dan kembali menggoreskan tintanya. Majduddin Abu al-Barakat `Abdussalam, kakek dari  Imam Ibnu Taimiyah, tiap kali masuk ke kakus, beliau memerintahkan anaknya (orang tua Imam Ibnu Taimiyah) untuk membacakan suatu kitab dengan suara keras, hingga terdengar olehnya. Tak aneh jika sikap sang kakek ini tertular kepada cucunya. Suatu ketika Imam Ibnu Taimiyah jatuh sakit, dokter menyarankan agar beliau untuk sementara waktu menghentikan dulu kegiatan belajar mengajarnya karena hal itu dikhawatirkan dapat memperparah kondisinya. Berkata Imam Ibnu Taimiyah kepada dokternya, "bukankah jika jiwa yang bahagia dan gembira dapat memperkuat daya tahan tubuh", sang dokter membenarkannya. "Maka sesungguhnya jiwaku merasa tenang jika berinteraksi dengan ilmu, dan tubuhku terasa kuat dan hanya dengan itu saya dapat beristirahat."

Optimalkan Amal
Waktu hidup manusia di dunia adalah umurnya, dan umur manusia merupakan rahasia Allah Subhanahu wa Ta'ala Kualitas umur seseorang sangat menentukan posisinya di alam kehidupan berikutnya. Jika dari waktunya diperuntukkan hanya karena Allah (lillah) maka kematiannya adalah baik baginya. Namun sebaliknya jika waktu dan umurnya dihabiskan untuk menuruti kesenangan nafsu dan dan ambisi syahwat hewaninya maka kematiannya merupakan petaka besar baginya. Al-Hasan al-Bashri berkata,
يَا ابْنَ آدَم، إنَّمَا أنْتَ أيَّامٌ !، فَإذَا ذَهَبَ يَوْمٌ ذَهَبَ بَعْضُكَ
Wahai Bani Adam (manusia), sesungguhnya anda hanyalah “kumpulan hari-hari”, maka jika hari telah berlalu berarti telah berlalu sebagian dirimu.”
Ibnu Mas`ud Radhiyallahu 'Anhu (salah seorang sahabat besar Rasulullah Shallallahu 'Alaihi wa sallam) berkata:
مَا نَدِمْتُ عَلَى شَيْءٍ نَدَمِي عَلَى يَوْمٍ غَرَبَتْ شَمْسُهُ، نَقَصَ فِيْهِ أجَلِي، وَلَمْ يَزِد فِيْهِ عَمَلِي
"Tidak ada yang lebih aku sesali, kecuali bila matahari telah terbenam maka berkuranglah masa ajalku, namun tidak bertambah sedikitpun amalanku."
Berkata Khalifah Umar bin Abdul Aziz Rahimahullah,
إنَّ اللَّيْلَ وَالنَّهَارَ يَعْمَلاَنِ فِيْكَ، فَاعْمَلْ فِيْهِمَا
"Sesungguhnya malam dan siang terus bekerja dalam dirimu, maka bekarjalah di dalam siang dan malammu."
Bekerjalah pada siang dan malammu, janganlah mengakhirkan pekerjaan siang untuk dikerjakan di malam harinya, dan janganlah mengakhirkan pekerjaan malam ke siang harinya. Janganlah pekerjaan hari ini di akhirkankan hingga esok harinya dan janganlah pekerjaan esok karena malas diakhirkan hingga lusanya. Jangan katakan, "Nanti akan kuamalkan, sebentar lagi akan kukerjakan." Karena setiap manusia akan ditanya pada hari kiamat, mengenai umurnya untuk apa ia habiskan, tentang masa mudanya untuk apa ia gunakan, tentang ilmunya sudahkah ia amalkan, dan tentang hartanya, dari mana dia peroleh dan untuk apa ia belanjakan ?. Sebagaimana sabda Nabi Shallallahu 'Alaihi wa sallam:
لاَ تَزُولُ قَدَمَا عَبْدٍ يَوْمَ الْقِيَامَةِ حَتَّى يُسْأَلَ عَنْ عُمُرِهِ فِيمَا أَفْنَاهُ وَعَنْ عِلْمِهِ فِيمَ فَعَلَ وَعَنْ مَالِهِ مِنْ أَيْنَ اكْتَسَبَهُ وَفِيمَ أَنْفَقَهُ وَعَنْ جِسْمِهِ فِيمَ أَبْلاَهُ (رواه الترمذي وقَالَ هَذَا حَدِيثٌ حَسَنٌ صَحِيحٌ )
Tidak akan bergeser kedua kaki manusia pada hari Kimat hingga (ia) ditanya tentang:
  1. tentang umurnya, untuk apa ia habiskan ?
  2. tentang ilmunya, sudahkan ia amalkan ?
  3. tentang hartanya, dari mana dia peroleh dan untuk apa ia belanjakan ?
  4. tentang jasadnya, untuk apa ia gunakan ?
(HR. At-Tirmidzi)
Firman Allah Subhanahu wa Ta'ala :
وَالْعَصْرِ . إِنَّ الإِنسَانَ لَفِي خُسْرٍ . إِلاَّ الَّذِينَ ءَامَنُوا وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ وَتَوَاصَوْا بِالْحَقِّ وَتَوَاصَوْا بِالصَّبْرِ . سورة العصر
Demi masa. (QS. 103:1) Sesungguhnya manusia itu benar-benar berada dalam kerugian, (QS. 103:2) kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh dan nasehat menasehati supaya mentaati kebenaran dan nasihat menasihati supaya menetapi kesabaran. (QS. 103:3)

Sungguh terbukti kebenaran ucapan Imam Syafi`i mengenai firman Allah Subhanahu wa Ta'ala :
لَوْ لَمْ يُنْزَلْ غَيْر هَذِهِ السُّوْرَةُ لَكَفَتِ النَّاس
Bahwa seandainya (al-Qur`an) tidak diturunkan kecuali (hanya) surat (al-Ashr) ini, maka hal itu sudah cukup memadai bagi manusia sekalian.

Ibadat atau Ibadah

Ibadah menurut Al Quran


Pengertian ibadah dapat ditemukan melalui pemahaman bahwa Kesadaran beragama pada manusia membawa konsekwensi manusia itu melakukan penghambaan kepada tuhannya. Dalam ajaran Islam manusia itu diciptakan untuk menghamba kepada Allah, atau dengan kata lain beribadah kepada Allah (Adz-Dzaariyaat : 56).

Manusia yang menjalani hidup beribadah kepada Allah dan  berpegang teguh kepada apa yang diwahyukan Allah itu tiada lain manusia yang berada pada shiraathal mustaqiem atau jalan yang lurus (Yaasiin :61 Az Zukhruf :43).

Dengan demikian apa yang disebut dengan manusia hidup beribadah kepada Allah itu ialah manusia yang dalam menjalani hidupnya selalu berpegang teguh kepada wahyu Allah. Jadi pengertian ibadah menurut Al Quran tidak hanya terbatas kepada apa yang disebut ibadah mahdhah atau Rukun Islam saja, tetapi cukup luas seluas aspek kehidupan yang ada selama wahyu Allah memberikan pegangannya dalam persoalan itu.

Itulah mengapa umat Islam tidak diperkenankan memutuskan suatu persoalan hidupnya sekiranya Allah dan Rasul-Nya sudah memutuskan perkara itu (Al Ahzab QS. 33:36)
Ibadat atau Ibadah adalah sebuah kata yang diambil dari bahasa Arab. Arti kata ini adalah Perbuatan atau penyataan bakti terhadap Allah atau Tuhan yang didasari oleh peraturan agama yang berupa segala usaha lahir dan batin yang sesuai perintah agama yang harus dituruti pemeluknya, baik berupa upacara dan atau ritual baik yang khusus maupun umum yang berhubungan dengan agama.

“Ibadah secara bahasa berarti perendahan diri, ketundukan dan kepatuhan.” Definisi terbaik dan terlengkap adalah yang disampaikan oleh Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah. Beliau rahimahullah mengatakan, “Ibadah adalah suatu istilah yang mencakup segala sesuatu yang dicintai Allah dan diridhai-Nya, baik berupa perkataan maupun perbuatan, yang tersembunyi (batin) maupun yang nampak (lahir). Maka shalat, zakat, puasa, haji, berbicara jujur, menunaikan amanah, berbakti kepada kedua orang tua, menyambung tali kekerabatan, menepati janji, memerintahkan yang ma’ruf, melarang dari yang munkar, berjihad melawan orang-orang kafir dan munafiq, berbuat baik kepada tetangga, anak yatim, orang miskin, ibnu sabil (orang yang kehabisan bekal di perjalanan), berbuat baik kepada orang atau hewan yang dijadikan sebagai pekerja, memanjatkan do’a, berdzikir, membaca Al Qur’an dan lain sebagainya adalah termasuk bagian dari ibadah. Begitu pula rasa cinta kepada Allah dan Rasul-Nya, takut kepada Allah, inabah (kembali taat) kepada-Nya, memurnikan agama (amal ketaatan) hanya untuk-Nya, bersabar terhadap keputusan (takdir)-Nya, bersyukur atas nikmat-nikmat-Nya, merasa ridha terhadap qadha/takdir-Nya, tawakal kepada-Nya, mengharapkan rahmat (kasih sayang)-Nya, merasa takut dari siksa-Nya dan lain sebagainya itu semua juga termasuk bagian dari ibadah kepada Allah.” (al ayat)

Dari keterangan di atas kita bisa membagi ibadah menjadi tiga; ibadah hati, ibadah lisan dan ibadah anggota badan. Dalam ibadah hati ada perkara-perkara yang hukumnya wajib, ada yang sunnah, ada yang mubah dan adapula yang makruh atau haram. Dalam ibadah lisan juga demikian, ada yang wajib, sunnah, mubah, makruh dan haram. Begitu pula dalam ibadah anggota badan. Ada yang yang wajib, sunnah, mubah, makruh dan haram. Sehingga apabila dijumlah ada 15 bagian. Demikian kurang lebih kandungan keterangan Ibnul Qayyim yang dinukil oleh Syaikh Abdurrahman bin Hasan dalam Fathul Majid.

Ta’abbud dan Muta’abbad bih

Syaikh Muhammad bin Shalih Al ‘Utsaimin rahimahullah di dalam kitabnya yang sangat bagus berjudul Al Qaul Al Mufid menjelaskan bahwa istilah ibadah bisa dimaksudkan untuk menamai salah satu diantara dua perkara berikut :

Ta’abbud. Penghinaan diri dan ketundukan kepada Allah ‘azza wa jalla. Hal ini dibuktikan dengan melaksanakan perintah dan menjauhi larangan yang dilandasi kecintaan dan pengagungan kepada Dzat yang memerintah dan melarang (Allah ta’ala).

Muta’abbad bihi. Yaitu sarana yang digunakan dalam menyembah Allah. Inilah pengertian ibadah yang dimaksud dalam definisi Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah, “Ibadah adalah suatu istilah yang mencakup segala sesuatu yang dicintai Allah dan diridhai-Nya, baik berupa perkataan maupun perbuatan, baik yang tersembunyi (batin) maupun yang tampak (lahir)”.

Seperti contohnya sholat. Melaksanakan sholat disebut ibadah karena ia termasuk bentuk ta’abbud (menghinakan diri kepada Allah). Adapun segala gerakan dan bacaan yang terdapat di dalam rangkaian sholat itulah yang disebut muta’abbad bihi. Maka apabila disebutkan kita harus mengesakan Allah dalam beribadah itu artinya kita harus benar-benar menghamba kepada Allah saja dengan penuh perendahan diri yang dilandasi kecintaan dan pengagungan kepada Allah dengan melakukan tata cara ibadah yang disyari’atkan (Al-Qaul Al- Mufid, I/7).

Pengertian ibadah secara lengkap

Dengan penjelasan di atas maka ibadah bisa didefinisikan secara lengkap sebagai : ‘Perendahan diri kepada Allah karena faktor kecintaan dan pengagungan yaitu dengan cara melaksanakan perintah-perintah-Nya dan menjauhi larangan-larangan-Nya sebagaimana yang dituntunkan oleh syari’at-Nya.’ (Syarh Tsalatsati Ushul, hal. 37).

Oleh sebab itu orang yang merendahkan diri kepada Allah dengan cara melaksanakan keislaman secara fisik namun tidak disertai dengan unsur ruhani berupa rasa cinta kepada Allah dan pengagungan kepada-Nya tidak disebut sebagai hamba yang benar-benar beribadah kepada-Nya. Hal itu seperti halnya perilaku orang-orang munafiq yang secara lahir bersama umat Islam, mengucapkan syahadat dan melakukan rukun Islam yang lainnya akan tetapi hati mereka menyimpan kedengkian dan permusuhan terhadap ajaran Islam.

Macam-macam penghambaan,  Syaikh Muhammad bin Shalih Al ‘Utsaimin rahimahullah menjelaskan bahwa penghambaan ada tiga macam :

1. Penghambaan umum,
2. Penghambaan khusus,
3. Penghambaan sangat khusus.

Penghambaan umum adalah penghambaan terhadap sifat rububiyah Allah (berkuasa, mencipta, mengatur, dsb). Penghambaan ini meliputi semua makhluk. Penghambaan ini disebut juga ‘ubudiyah kauniyah. Allah ta’ala berfirman (yang artinya), “Tidak ada sesuatupun di langit maupun di bumi melainkan pasti akan datang menemui Ar Rahman sebagai hamba” (QS. Maryam : 93). Sehingga orang-orang kafir pun termasuk hamba dalam kategori ini.

Sedangkan penghambaan khusus ialah penghambaan berupa ketaatan secara umum. Allah ta’ala berfirman (yang artinya), “Dan hamba-hamba Ar Rahman adalah orang-orang yang berjalan di atas muka bumi dengan rendah hati” (QS. Al Furqan : 63). Penghambaan ini meliputi semua orang yang beribadah kepada Allah dengan mengikuti syari’at-Nya)

Adapun penghambaan sangat khusus ialah penghambaan para Rasul ‘alaihimush shalatu was salam. Hal itu sebagaimana yang Allah firmankan tentang Nuh ‘alaihissalam (yang artinya), “Sesungguhnya dia adalah seorang hamba yang pandai bersyukur” (QS. Al Israa’ : 3). Allah juga berfirman tentang Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam (yang artinya), “Dan apabila kalian merasa ragu terhadap wahyu yang Kami turunkan kepada hamba Kami (Muhammad)…” (QS. Al Baqarah : 23). Begitu pula pujian Allah kepada para Rasul yang lain di dalam ayat-ayat yang lain. penghambaan jenis kedua dan ketiga ini bisa juga disebut ‘ubudiyah syar’iyah (Al-Qaul Al-Mufid I/16, Syarh Tsalatsatul Ushul, hal. 38-39).

Di antara ketiga macam penghambaan ini, maka yang terpuji hanyalah yang kedua dan ketiga. Karena pada penghambaan yang pertama manusia tidak melakukannya dengan sebab perbuatannya. Walaupun peristiwa-peristiwa yang ada di dunia ini (nikmat, musibah, dsb) yang menimpanya bisa juga menyebabkan pujian dari Allah kepadanya. Misalnya saja ketika seseorang memperoleh kelapangan maka dia pun bersyukur. Atau apabila dia tertimpa musibah maka dia bersabar. Adapun penghambaan yang kedua dan ketiga jelas terpuji karena ia terjadi berdasarkan hasil pilihan hamba dan perbuatannya, bukan karena suatu sebab yang berada di luar kekuasaannya semacam datangnya musibah dan lain sebagainya (Syarh Tsalatsatil Ushul, hal. 38-39).

Minggu, 01 April 2012

" Pemilik Sejuta Cinta ''

~:* Status Malam MINGGU..~
¸.•*¨*•♥
Pemilik Sejuta Cinta''

Bila hati mulai mengingatMu
Degupan jantung berirama syahdu
Bila lisan basah menyebut asmaMu
Terasa sejuk relung-relung yang sembilu

Duhai Pemilik sejuta cinta
Ijinkan ku merangkak tuk menghampiriMU
Biarlah tangan ini melepuh
Bilapun kaki ni kan lumpuh

Duhai Pemilik sejuta cinta
Terbarkanlah bunga rindu disetiap sudut kalbu
Biar hati tiada lepas dalam memujaMu
Hingga damai selalu mengiring nafasku

Duhai Pemilik sejuta cinta
Terimalah tobat hambaMu yang dhoif ini....

Yaa Rohim...
Jadikanlah tiap kenikmatan yang Engkau berikan ....
sebagai penguji akan kesabaranku...dan...
jadikanlah setiap ujian CintaMU....
menjadi bukti akan kecintaanKu kepadaMu...

Duhai Pemilik sejuta cinta
Biarlah kuhembuskan nafas yang tersisa
Nafas yang tersisa dalam dekapanMu
Dalam dekapan kasihMu…..
¸.•*¨*•♥

"(Yaitu) orang-orang yang beriman dan hati mereka menjadi tenteram dengan mengingat Allah. Ingatlah, hanya dengan mengingati Allah-lah hati menjadi tenteram." (Ar-Rad: 28).

"Sesungguhnya Allah tidak melihat kepada jasadmu, dan tidak pula kepada bentukmu, akan tetapi Dia melihat kepada hati kamu, kemudian menunjuk ke dadanya dengan telunjuknya." (HR. Muslim, no. 2564)

Kamis, 29 Maret 2012

Ketenangan Hati Dan Pikiran


بِسْــــــــــــــــــمِ اﷲِالرَّحْمَنِ اارَّحِيم

Hati adalah sumber penalaran, tempat pertimbangan, tumbuhnya cinta dan benci, keimanan dan kekufuran, taubat dan keras kepala, ketenangan dan kegoncangan. Hati juga sumber kebahagiaan, jika kita mampu membersihkannya. Namun sebaliknya merupakan sumber bencana jika menodainya. Aktivitas badan sangat tergantung lurus bengkoknya hati. Abu Hurairah Radhiallaahu anhu berkata, "Hati adalah raja, sedangkan anggota badan adalah tentara. Jika raja itu bagus, maka akan bagus pula tentaranya. Jika raja itu buruk, maka akan buruk pula tentaranya."
 

“Hati di katakan baik bila di isi dengan takwa, tawakal, tauhid, dan ikhlas kepadanya dalam semua amalan”

Bila tidak ada sifat-sifat tersebut, berarti hati dalam keadaan rusak. Hati ibarat burung dalam sangkar , ibarat biji dalam kelopak, dan ibarat harta dalam gudang. Yakni ia seperti burung bukan sangkar, ibarat biji bukan kelopak, dan seperti harta bukan gudangnya. Ya Allah sibukkan anggota badan kami untuk mentaati-mu dan sibukkan hati kami untuk mengenalimu sepanjang hidup kami siang dan malam. Masukkan kami dalam golongan orang-orang salih, sebagaimana Engkau berikan karunia kepada orang - orang terdahulu, berilah kami rezeki dengan sesuatu yang telah engkau berikan kepada mereka. Engkau untuk kami sebagaimana engkau untuk mereka.

Hati Yang Tulus, Niat Yang Baik

Saya percaya jika kita melakukan segala sesuatunya dengan hati yang tulus dan niat yang baik, hasilnya akan kembali baik pada kita, karena dengan begitu energi positif yang kita punya akan semakin banyak keluar maka dari itu dalam kondisi apa pun "senangkanlah hatimu!" Jangan pernah bersedih.

"Kalau engkau kaya. senangkanlah hatimu! Karena di hadapanmu terbentang kesempatan untuk mengerjakan amal shalih melalui hartamu.

"Dan jika engkau fakir miskin, senangkan pulalah hatimu! Karena engkau telah terlepas dari suatu penyakit jiwa, penyakit kesombongan yang sering menimpa orang-orang kaya. Senangkanlah hatimu karena tak ada orang yang akan hasad dan dengki kepadamu lagi, lantaran kemiskinanmu."

"Kalau engkau dilupakan orang, kurang masyhur, senangkan pulalah hatimu! Karena lidah tidak banyak yang mencelamu, mulut tak banyak mencacimu"

Hati yang mulia dan baik selalu mendapatkan tempat yang mulia di mata Allah. Hati yang baik mengantarkan kepada pemiliknya kepada perbuatan yang baik dan terpuji. Hati yang baik mendatangkan pahala dan karunia Allah tidak hanya untuk si pemiliknya, namun juga untuk seluruh umat manusia. Benarlah kata Rasulullah, "Sesungguhnya dalam jasad ada segumpal darah, kalau itu baik, maka baiklah seluruh anggota tubuh".

Hati yang baik bukanlah sekedar karunia dari Allah yang diberikan kepada orang-orang tertentu saja, namun hati yang baik juga bisa didapatkan dengan latihan dan pendidikan. Salah satu cara untuk mendapatkan hati yang baik adalah dengan senantiasa membuka komunikasi hati dan Allah. Allah adalah Dzat Yang Maha Baik, maka siapapun yang selalu berkomunikasi kepdaNya akan mendapatkan pancaran kebaikan. Semoga kita diberi karunia hati yang baik, dan Allah selalu mengaruniai kita ilmu yang bermanfaat yang mengantarkan kita pada sebuah keyakinan dan kebahagiaan abadi, dunia dan akhirat
Bersihkan hati dan pikiran, bukankah kita adalah seperti apa yang kita pikirkan, keyakinannya adalah jika kita punya niat baik maka hasilnya pun akan baik, akan tetapi memang terkadang niat baik kita bisa menghasilkan sesuatu yang buruk, tapi yakinlah semuanya adalah semata - mata ujian darinya, seolah – olah hasil yang baik itu sedang ditabung terlebih dahulu dan akan dikembalikan ke kita pada saat yang tidak kita duga-duga.

Niat semua manusia bersumber dari hati, lalu lari ke pikiran kemudian diimplementasikan oleh seluruh anggota tubuh ,baik mulut, tangan, kaki, dan sebagainya bila sumbernya bersih maka semuanya akan bersih juga. Lihatlah... begitu indah kreasi Allah Subhanahu Wata'aala, dengan keluasan ilmu dan kekuasaan Nya dalam ke Maha mengaturan Nya.

"Ya Allah ya Rabb, kami memohon kepada-Mu agar mensucikan hati-hati kami dari kotoran dengki dan iri hati, kecenderungan kepada keburukan dan nista, penyakit dendam dan benci, serta tanamkanlah rasa cinta dan kasih sayang ke dalam hati kami, penuhilah dengan kebaikan dan anugrah.

Ya Allah ya Rabb, bukakanlah keatas kami hikmat-Mu dan limpahkanlah keatas kami khazanah rahmat-Mu, Wahai Tuhan Rabbul Izzati yang maha pemurah lagi maha penyayang, tambahkanlah ilmuku dan luaskanlah kefahamanku, Wahai Tuhanku, lapangkanlah dadaku dan mudahkanlah urusanku, terimalah pemohonanku Ya Rabb. Aamiin. . Aamiin.. Ya Rabbal 'Alamiin

Sabtu, 24 Maret 2012

Hidup ini sebenarnya perumpamaan seperti program di komputer... Bila hidup kita ingin lancar dan bebas virus maka:

... • DELETE semua file KEMAKSIATAN

• INSTALL anti- VIRUS NAFSU & SYAITHAN


• RESTART kehidupanmu dengan KEBERKAHAN & KASIH-Nya


• REFRESH peribadi kita dengan AKHLAQ MULIA


• DOWN LOAD sifat2 TAAT & TAQWA


• UPLOAD tingkah laku yang BENAR, JUJUR & IKHLAS


• Jangan meng-'UNDO' pengalaman BURUK & SEDIH


• LOADING semua dgn DOA & USAHA


• COPY & PASTE semua HIKMAH & ILMU yang bermanafaat


• ENTER sifat TAWAKKAL dan IHSAN


Semoga PROGRAM KOMPUTER KEHIDUPAN DUNIA kita akan berjalan LANCAR..


Sehingga berhasil memasuki PROGRAM KEHIDUPAN AKHIRAT yang serba OTOMATIS dan CANGGIH ..

Sembilan Hal yang Membuat Setan Pesta Pora

REPUBLIKA.CO.ID. Assalaamu alaikum warahmatullaahi wabarkatuhu.
Sahabatku, Imam Ghazali mengajak kita untuk mengenali sembilan keadaan umat manusia yang membuat syetan "pesta pora" karena keberhasilan menggoda manusia
1. Terjadinya perceraian rumah tangga. Iblis sebagai pimpinan para syetan selalu memuji semua keberhasilan para syetan, tetapi Iblis akan membanggakan kelompok syetan yang berhasil menceraikan suami istri, "...syetan menggoda untuk menceraikan suami dengan istrinya (QS 2:102)
2. Durhaka pada orang tua
3, Perkelahian sampai membunuh atau terbunuh
4. Pecandu khamar -Narkoba (QS 5:90)
5. Tenggelam dalam dosa zina, terus menerus berzina
6. Ketagihan duit haram, seperti penipu, koruptor, perampok, rentenir dan sebagainya
7. "Attakabburru bil hasadi wal intiqoomi" Angkuh dibarengi dengan sifat dengki, pemarah dan dendam kusumat (QS 31:18)
8. Menjadi dukun dan pengikut setia dukun
9. Puncak kegembiraan syetan, manusia mati dalam keadaan ma'siyat sampai mati kafir kepada Allah, "Sesungguhnya orang-orag kafir, dan mereka mati dalam keadaan kafir, mereka dilaknat Allah, para Malaikat dan manusia seluruhnya" (QS 2:161).

"Ya Allah lindungi kami dari nafsu ma'siyat dan godaan syetan yang terkutuk...aamiin".


REPUBLIKA.CO.ID. Assalaamu alaikum warahmatullaahi wabarkatuhu.
Sahabatku, Imam Ghazali mengajak kita untuk mengenali sembilan keadaan umat manusia yang membuat syetan "pesta pora" karena keberhasilan menggoda manusia

1. Terjadinya perceraian rumah tangga. Iblis sebagai pimpinan para syetan selalu memuji semua keberhasilan para syetan, tetapi Iblis akan membanggakan kelompok syetan yang berhasil menceraikan suami istri, "...syetan menggoda untuk menceraikan suami dengan istrinya (QS 2:102)
2. Durhaka pada orang tua
3, Perkelahian sampai membunuh atau terbunuh
4. Pecandu khamar -Narkoba (QS 5:90)
5. Tenggelam dalam dosa zina, terus menerus berzina
6. Ketagihan duit haram, seperti penipu, koruptor, perampok, rentenir dan sebagainya
7. "Attakabburru bil hasadi wal intiqoomi" Angkuh dibarengi dengan sifat dengki, pemarah dan dendam kusumat (QS 31:18)
8. Menjadi dukun dan pengikut setia dukun
9. Puncak kegembiraan syetan, manusia mati dalam keadaan ma'siyat sampai mati kafir kepada Allah, "Sesungguhnya orang-orag kafir, dan mereka mati dalam keadaan kafir, mereka dilaknat Allah, para Malaikat dan manusia seluruhnya" (QS 2:161).

"Ya Allah lindungi kami dari nafsu ma'siyat dan godaan syetan yang terkutuk...aamiin".

Allah Bersama Orang yang Sabar!


Sabar adalah satu sifat yang mulia. Dengan sifat sabar, kita bisa merubah lawan menjadi teman. Orang-orang yang sabar mempunyai keuntungan yang besar:
"Dan tidaklah sama kebaikan dan kejahatan. Tolaklah (kejahatan itu) dengan cara yang lebih baik, maka tiba-tiba orang yang antaramu dan antara dia ada permusuhan seolah-olah telah menjadi teman yang sangat setia.
Sifat-sifat yang baik itu tidak dianugerahkan melainkan kepada orang-orang yang sabar dan tidak dianugerahkan melainkan kepada orang-orang yang mempunyai keuntungan yang besar."
[Fushilat:34-35]
Allah menjanjikan surga kepada orang-orang yang sabar:
"Dan bersegeralah kamu kepada ampunan dari Tuhanmu dan kepada surga yang luasnya seluas langit dan bumi yang disediakan untuk orang-orang yang bertakwa,
(yaitu) orang-orang yang menafkahkan (hartanya), baik di waktu lapang maupun sempit, dan orang-orang yang menahan amarahnya dan mema’afkan (kesalahan) orang. Allah menyukai orang-orang yang berbuat kebajikan. "
[Ali Imran:133-134]
Ketika Abu Bakar tersinggung pada kerabatnya yang turut menyiarkan fitnah terhadap anaknya, Aisyah dan ingin menghentikan bantuan, turun ayat Allah yang melarang itu:
"Dan janganlah orang-orang yang mempunyai kelebihan dan kelapangan di antara kamu bersumpah bahwa mereka (tidak) akan memberi (bantuan) kepada kaum kerabat(nya), orang-orang yang miskin dan orang-orang yang berhijrah pada jalan Allah, dan hendaklah mereka mema’afkan dan berlapang dada. Apakah kamu tidak ingin bahwa Allah mengampunimu? Dan Allah adalah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang"
[An Nuur:122]
Memaafkan orang bisa mendapat pahala dan lebih utama:
"Dan balasan suatu kejahatan adalah kejahatan yang serupa, maka barang siapa memaafkan dan berbuat baik maka pahalanya atas (tanggungan) Allah. Sesungguhnya Dia tidak menyukai orang-orang yang zalim."
[Asy Syuura:40]
"Tetapi orang yang bersabar dan mema’afkan, sesungguhnya (perbuatan ) yang demikian itu termasuk hal-hal yang diutamakan." [Asy Syuura:43]
"Jika kamu melahirkan sesuatu kebaikan atau menyembunyikan atau memaafkan sesuatu kesalahan (orang lain), maka sesungguhnya Allah Maha Pema’af lagi Maha Kuasa."
[An Nisaa’:149]
Kadang dalam rangka taushiyah/dakwah orang sering berkata-kata buruk terhadap orang yang tidak sepaham. Padahal dalam surat Al Ashr kita diperintahkan untuk melakukannya dengan cara yang baik dan dengan kesabaran:
"kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh dan nasehat menasehati supaya mentaati kebenaran dan nasehat menasehati supaya menetapi kesabaran."
[Al Ashr:3]
Allah tidak suka dengan orang yang suka mencaci orang lain:
"Allah tidak menyukai ucapan buruk, (yang diucapkan) dengan terus terang kecuali oleh orang yang dianiaya. Allah adalah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui."
[An Nisaa’:148]
Allah cinta dan bersama dengan orang-orang yang sabar:
"Dan taatlah kepada Allah dan Rasul-Nya dan janganlah kamu berbantah-bantahan, yang menyebabkan kamu menjadi gentar dan hilang kekuatanmu dan bersabarlah. Sesungguhnya Allah beserta orang-orang yang sabar."
[Al Anfaal:46]
Allah menyuruh kita sabar dan melarang kita marah meski kita dalam keadaan benar. Lihat bagaimana Allah mengecam Nabi Yunus yang marah kepada ummatnya yang jelas-jelas kafir:
"Maka bersabarlah kamu (hai Muhammad) terhadap ketetapan Tuhanmu, dan janganlah kamu seperti orang yang berada dalam (perut) ikan ketika ia berdoa sedang ia dalam keadaan marah (kepada kaumnya).“
[Al Qalam:48]
Menjadi orang yang sabar memang sulit. Sangat sulit. Mudah-mudahan Allah SWT memberi kekuatan bagi kita hingga bisa jadi orang yang sabar dan dekat denganNya.
Di bawah adalah doa agar diberi Allah kesabaran dan wafat dengan akhir yang baik (Husnul Khatimah) di mana kita bukan hanya dicintai Allah, tapi juga manusia:
“Ya Tuhan kami, limpahkanlah kesabaran kepada kami dan wafatkanlah kami dalam keadaan berserah diri kepada-Mu” [Al A'raaf 126]